INI DIA BLOG SUKA-SUKA QUW

LIHAT DAN JADIKAN INSPIRASI KALIAN

Minggu, 18 April 2010

penegak hukum di indonesia

MAHKAMAH AGUNG INDONESIA

•PENGERTIAN
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan militer,dan lingkungan peradilan tata usaha negara.

•KEWAJIBAN DAN WEWENANG
Menurut Undang-Undang Dasar 1945,kewajiban dan wewenang MA adalah:
•Berwenang mengadili pada tingkat kasasi,menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang,dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
•Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
•Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

•KETUA
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung,dan diangkat oleh Presiden.Ketuanya sejak 15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa.

•HAKIM AGUNG
Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang.Hakim agung dapat berasal dari sistem karier (hakim),atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

•TUGAS POKOK DAN FUNGSI MAHKAMAH AGUNG

1.FUNGSI PERADILAN

a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.

b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
- permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)

c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/ menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

2. FUNGSI PENGAWASAN

a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).

b. Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan :
- terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

3. FUNGSI MENGATUR

a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).

b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.

4. FUNGSI NASEHAT

a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya.

b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

5. FUNGSI ADMINISTRATIF

a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.

b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

6. FUNGSI LAIN-LAIN

Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

•SUMBER WIBAWA HUKUM
Dalam pikiran para yuris,proses peradilan sering hanya diterjemahkan sebagai suatu proses memeriksa dan mengadili Secara penuh dengan berdasarkan hukum positif semata-mata. Pandangan yang formal legistis ini mendominasi pemikiran para penegak hukum,sehingga apa yang menjadi bunyi undang-undang, itulah yang akan menjadi hukumnya.Kelemahan utama pandangan ini adalah terjadinya penegakan hukum yang kaku,tidak diskresi dan cenderung mengabaikan rasa keadilan masyarakat karena lebih mengutamakan kepastian hukum.Proses mengadili – dalam kenyataannya – bukanlah proses yuridis semata.Proses peradilan bukan hanya proses menerapkan pasal-pasal dan bunyi undang-undang, melainkan proses yang melibatkan perilaku-perilaku masyarakat dan berlangsung dalam struktur sosial tertentu.Penelitian yang telah dilakukan oleh Marc Galanter di Amerika Serikat dapat menunjukkan bahwa suatu putusan hakim ibaratnya hanyalah pengesahan saja dari kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak. Dalam perspektif sosiologis,lembaga pengadilan merupakan lembaga yang multifungsi dan merupakan tempat untuk “record keeping”,“site of administrative processing”,“ceremonial changes of status”,“settlement negotiation”,“mediations and arbitration”,dan warfare.Produk dari penganadilan adalah putusan hakim.Dari sinilah awal dapat dibangunnya wibawa hukum. Dalam putusan hakim,wibawa hukum dipertaruhkan.Para petinggi hukum tidak perlu berteriak-teriak minta kepada masyarakat agar menghormati pengadilan.Cukuplah apabila pengadilan di tingkat PN,PT ataupun MA membuat putusan yang bermutu tinggi,maka rasa hormat itu akan datang dengan sendirinya.Kiranya masyarakat dapat memberikan penilaian tersendiri terhadap mutu putusan para hakim.Haruslah disadari benar bahwa menegakkan wibawa pengadilan tidakah semudah membalik telapak tangan.Sistem peradilan di Indonesia yang merupakan warisan kolonial Belanda sedikit banyak menyulitkan dalam prakteknya.Sisa-sisa perilaku sebagai bangsa terjajah masih tampak di kalangan para hakim.
Sebagai contoh,sampai saat ini kita masih bisa melihat digunakannya Osterman Arrest dari Hoge Raad Belanda sebagai contoh tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH).Dari sisi ini setidaknya kita dapat melihat adanya tiga hal,yaitu;pertama,hakim-hakim kita tidak mempunyai kepercayaan diri untuk mengutip yuriprudensi dari Mahkamah Agung Indonesia.
Kedua,kemungkinan memang tidak ada putusan hakim (MA) yang dapat dianggap berkualitas kasus itu.Ketiga,menganggap yuriprudensi asing selalu lebih valid dan bermutu.

•KONFLIK SOSIAL DARI ASPEK PENEGAKAN HUKUM

Konflik yang dalam bahasa Indonesia acap disebut sebagai pertentangan atau perselisihan dapat terjadi pada hubungan yang bersifat individual yang terjadi sebagai akibat perilaku atau perebutan kepentingan masing-masing individu yang bersangkutan.Kepentingan itu bisa berkenaan dengan harta,kedudukan atau jabatan,kehormatan,dan lain sebagainya.Konflik sosial berarti pertentangan antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang diikat atas dasar suku,ras,gender,kelompok,status ekonomi,status sosial,bahasa,agama,dan keyakinan politik, dalam suatu interaksi sosial yang bersifat dinamis.Baik dalam masyarakat homogin maupun dalam masyarakat majemuk konflik sosial merupakan hal yang biasa terjadi,bahkan menjadi unsur dinamis yang melahirkan berbagai kreatifitas masyarakat.Konflik sosial mustahil dihilangkan sama sekali.Yang harus dicegah adalah konflik yang menjurus pada pengrusakan dan penghilangan salah satu pihak atau para pihak yang berkonflik.Oleh karena itu konflik harus dikendalikan,dikelola,dan diselesaikan melalui hukum.Yang berarti melalui jalan damai ( konsensus ).Konflik dapat bersifat laten dan dapat pula bersifat manifest.Konflik yang bersifat laten adalah pertentangan yang tertutup dan belum mencuat terbuka kepermukaan.Misalnya,kesenjangan dalam pengupahan antara pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki dalam suatu perusahaan yang berlangsung secara diam-diam tertutup oleh dominasi budaya patrimonial pada suatu saat meledak dan menjadi konflik terbuka.Contoh lain misalnya dominasi posisi badan pemerintahan oleh etnis atau ras tertentu dapat mengundang kecemburuan dan kekecewaan etnis lain yang merupakan suatu konflik yang bersifat laten.Suatu konflik laten yang tidak segera diatasi pada ketikanya akan meletus menjadi perselisihan terbuka.Konflik sosial dapat terjadi karena berbagai prasangka dan sebab.Seperti, prasangka-prasangka ras,suku,agama,keyakinan politik atau ideologi,dan lain sebagainya,dan sebab adanya ketidak-adilan dalam akses pada sumber daya ekonomi dan politik.Adanya ketidak-adilan akses pada sumber daya ekonomi dan politik memperparah berbagai prasangka yang sudah ada di antara kelompok-kelompok sosial.Sejarah Indonesia menunjukkan prasangka yang sudah ada di antara kelompok-kelompok sosial dipertajam dan diperparah oleh kebijakan negara.Misalnya kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang mengistimewakan golongan Eropa,dan Cina telah mempertajam prasangka rasial antara golongan Melayu ( pribumi ) dengan golongan Cina.Akses
pada sumberdaya ekonomi dan politik yang diberikan oleh pemerintah kolonial kepada orang Cina terus menimbulkan konflik sosial dari abad ke 18 hingga hari ini.Prasangka atas dasar perbedaan keyakinan politik di antara kelompok-kelompok sosial dipertajam dan diperparah pula oleh kebijakan negara.Misalnya,kebijakan negara yang mendiskriminasi orang-orang komunis atau Darul Islam telah memperparah prasangka yang sudah ada dan pada akhirnya melahirkan konflik antara negara dengan kelompok sosial tersebut.Dengan demikian kebijakan negara justeru menjadi sumber yang melahirkan konflik sosial.Dalam negara hukum konflik baik itu yang bersifat individual atau sosial harus diselesaikan melalui jalan hukum.Itu berarti sebuah penolakan terhadap jalan kekerasan.Hukum berarti aturan main yang tidak hanya bersifat formal, tetapi lebih daripada itu ia mengandung nilai-nilai keadilan.Dalam negara demokrasi hukum itu hanya dapat memenuhi syarat legitimsasinya bila ia dibentuk melalui proses konsensus ( bisa bulat atau melalui suara terbanyak ) wakil-wakil rakyat di parlemen,dan kedua substansi hukum itu memenuhi tuntutan keadilan masyarakat.Hukum itu kemudian menjadi norma hukum obyektif yang menjadi dasar bagi tindakan negara.ia mengatur hubungan antara negara dengan warga negara dan hu bungan antara badan-badan negara.Hukum yang dibentuk melalui proses yang memenuhi syarat legitimasinya itu dijalankan oleh kekuasaan yudisial yang kompeten dan independen, dalam arti bebas dari berbagai pengaruh yang dapat menciderai kedaulatan ( otonomi ) hukum.Kekuasaan yudisial meliputi wewenang penyidikan oleh Polisi,wewenang penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum,dan Pengadilan oleh Hakim.Polisi,Jaksa,dan Hakim inilah merupakan sub-sistem yang membentuk sistem yudisial.Setiap sub-sistem yudisial akan menghadapi kasus konkrit dan dituntut untuk menerapkan norma hukum yang abstrak itu dalam situasi konkrit.Disitu masing-masingsub-sistem akan menghadapi kasus nyata dimana dapat terjadi ketegangan antara tuntutan kepastian hukum dan tuntutan keadilan hukum.Dalam menghadapi situasi konkrit itu tidak ada kemutlakan.Yang berarti yang dituntut adalah keseimbangan yang terukur dan akuntable antara kepastian hukum dan keadilan hukum.Itu berarti keputusan yang diambil oleh tiap sub-sistem yudisial harus bernalar dan selalu dapat diuji dan dipertanggungjawabkan secara terbuka.Dengan cara pendekatan ini akan dapat dihindari praktek penegakan hukum yang sewenang-wenang dan kolutif seperti banyak kita saksikan di
masa lalu maupun hari-hari ini.Bila hukum tidak adil dan proses penegakannya kolutif dan abuse sudah dapat dipastikan hukum akan gagal menjalankan fungsinya untuk menyelesaikan konflik dan mengintegrasikan para pihak yang bersengketa.Hukum dan penegakannya justeru menjadi sumber terjadinya konflik sosial.Sebuah tragedy yang tidak kita kehendaki.